FAQ (Frequently Asked Question) adalah pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan terkait layanan Pengadilan Agama,
Berikut Pertanyaan yang sering ditanyakan beserta jawabannya untuk anda ketahui :
01.Di pengadilan agama manakah perceraian dilakukan?
Menurut pasal 20 PP Nomor 9 Tahun 1975, gugatan perceraian dilakukan di tempat Tergugat. Jika alamat Tergugat tidak jelas atau bertempat tidak tetap, maka diajukan di pengadilan ditempat tinggal Penggugat; Demikian juga jika Tergugat bertempat tinggal di luar negeri, maka diajukan di tempat kediaman Penggugat. Tergugat akan dipanggil melalui perwakilan Republik Indonsia setempat.
02. Saya ingin mengajukan perceraian tetapi Buku Nikah hilang, Bagaimana Solusinya?
Apabila Buku Nikah hilang maka dapat meminta Duplikat Buku Nikah tersebut pada Kantor Urusan Agama (KUA) tempat menikah dahulu.
03. Jika saya tidak tahu alamat pasangan saya, maka bagaimana saya bisa mengajukan gugatan?
Apabila pasangan anda tidak diketahui keberadaannya maka anda dapat mengajukan perkara ghaib dengan melampirkan surat keterangan ghaib dari kelurahan setempat.
Lamanya sidang untuk pihak yang tidak diketahui alamatnya, memang lebih lama dari pada yang alamatnya diketahui, karena cara pemanggilannya berbeda.
Jika pihak Tergugatnya alamatnya diketahui, maka Jurusita akan langsung memanggil ke alamat yang bersangkutan.
Jika keberadaan Tergugat tidak diketahui maka menurut pasal 27 PP Nomor 9 Tahun 1975 panggilan dilakukan dengan menempelkan di papan pengumuman di pengadilan agama masing-masing dan diumumkan lewat media massa.
Jangka waktu panggilan pertama dan kedua adalah 1 bulan. Panggilan kedua dan hari persidangan minimal 3 bulan. Sehingga untuk memulai persidangan, harus memakan waktu minimal 4 bulan.
04. Saya tergolong tidak mampu, bagaimana supaya bisa berperkara secara gratis?
Apabila anda tergolong masyarakat tidak mampu maka anda dapat mengajukan berperkara secara prodeo (cuma-cuma) dengan membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kantor kelurahan atau dokumen pendukung lainnya seperti : Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan daftar Penduduk miskin dalam basis data terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan oleh instansi lain yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak mampu.
05. Suami tidak bertanggun jawab, bagaimana saya menuntut cerai?
Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh para istri yang selama ini diabaikan haknya oleh suami. Sebagaimana diketahui bahwa undang-undang mengatur kewajiban suami dalam perkawinan adalah pemenuhan nafkah. Maka jika kewajiban tersebut tidak dapat ditunaikan, para istri kemudian merasa ada hak-haknya yang terabaikan yang ingin dituntut.
Sayangnya persepsi selama ini bahwa kelalaian suami tersebut hanya bisa dilakukan dengan menuntut cerai. Padahal sesungguhnya istri dapat menuntut seorang suami untuk melaksanakan kewajibannya, tanpa harus dengan bercerai. Tapi ini jarang sekali dilakukan. Kebanyakan istri, ketika ada kewajiban-kewajiban suami yang diabaikan, apalagi kemudian keberadaan suami tidak diketahui, maka mereka mengajukan perceraian di pengadilan.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 34 ayat 1 dan ayat 2 memang mencantumkan kewajiban-kewajiban suami dan istri, sehingga apabila ada pelanggaran terhadap pasal tersebut, seorang suami atau istri dapat mengajukan ijin perceraian di pengadilan.
Hanya umumnya dalil yang dipergunakan oleh para istri bahwa rumah tanga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sudah sulit diharapkan utnuk rukun lagi sebagai suami istri, dimana pertengkaan tersebut karena masalah ekonomi.